Sebatang lilin ditengah rumah berdiri tegak dengan seberkas cahaya
redup, berpendar-pendar tertiup angin, lembut. Senyuman genitnya
melahirkan resah untuk menari. Kegelapan yang memenuhi ruangan
seolah-olah membiarkan cahaya kuning yang mungil itu menggodanya. Hanya
angin-angin kecil yang mengiringinya, membuainya, dan meredakan
kesedihannya. Bayang-bayang menyatu dengan kegelapan malam, menghiasi
dinding-dinding ruangan, menegaskan garis-garisnya yang terbentuk oleh
temaram dan malam.
Aku merasakan kegelapan ini dengan takjub,
sudah sangat lama aku tidak merasakan kegelapan malam yang begitu murni
dirumahku. Bahkan aroma malam saat itu begitu menusuk hidungku,
membawa kepada sebuah cerita tentang masa lalu. Masa lalu saat tak ada
cahaya, saat kegelapan menjadi cahayaku. Bentuk dan warna kehilangan
jati dirinya, tertelan warna hitam yang tak berujung, atau bahkan
mungkin memang bukan ujung melainkan awal yang tak berawal.
Tak
ada jarak, ruang, waktu, ataupun dimensi lain, yang ada hanya gelap
gulita, hitam sehitam-hitamnya. Penglihatanpun bertanya tentang apa
yang dilihatnya, tentang apa itu melihat, memandang, menatap dan
akhirnya petanyaan pun menghilang, sekali lagi tertelan warna hitam
yang gelap, tak memantul, semua terserap. Hening. Suara –suara teredam
malam, membisingi telinga kehidupan yang tuli
skip to main |
skip to sidebar
Copyright (c) 2010 baca saja seperlumu.... Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Web Hosting ReviewsCoolbthemes.com..
0 komentar:
Posting Komentar